Bupati Parosil Turun Langsung 'Audit' Makan Bergizi Gratis, Angkat Isu Sensitif yang Sering Diabaikan!

Bupati Parosil Turun Langsung 'Audit' Makan Bergizi Gratis, Angkat Isu Sensitif yang Sering Diabaikan!

Nyaur.com | Lampung Barat —
Pagi itu, Jumat, 3 Oktober 2025, suasana di SDN 1 Sebarus, Balik Bukit, Lampung Barat, terasa berbeda. Bukan karena jadwal pelajaran yang berganti, tapi karena ada "inspeksi mendadak" dari orang nomor satu di sana. Di tengah riuhnya media sosial dan grup WhatsApp yang sering meributkan program bantuan pemerintah—terutama soal kualitas makanan—kehadiran Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus, langsung menyentak. Ia datang bukan dengan pidato panjang atau press conference formal, melainkan dengan satu tujuan simpel: memastikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto itu benar-benar nyampe dengan kualitas terbaik di tangan para siswa kita.


Bayangkan vibes-nya: ruang kelas yang biasanya rame dengan suara pensil dan tawa, kini dipenuhi rasa ingin tahu. Parosil Mabsus, dengan kemeja putih yang kontras dengan celana hitamnya, berdiri di antara barisan meja kayu. Di hadapannya? Puluhan pelajar yang mengenakan seragam olahraga—kaos dan celana training—yang terlihat antusias. Sorot matanya fokus pada satu hal: piring makan di tangan anak-anak itu. Momen ini bukan sekadar tinjaun resmi; ini adalah drama kecil tentang kemanusiaan dan tanggung jawab yang jarang terungkap di balik headline berita.


Kedatangan Parosil Mabsus, didampingi beberapa Kepala Perangkat Daerah, disambut hangat, jauh dari kesan tegang. Anak-anak yang sedang fokus menyantap menu MBG mereka—mungkin nasi, lauk, dan sayur—langsung mengangkat kepala. Inilah momen yang ditunggu. Di tengah polemik dan isu miring tentang penyaluran MBG yang belakangan santer terdengar, sang Bupati memutuskan untuk turun langsung dan melakukan verifikasi lapangan. Ia memilih untuk tidak percaya pada laporan di atas meja, tapi pada kesaksian jujur dari lidah-lidah kecil di SDN 1 Sebarus.


Parosil Mabsus menyaksikan langsung para murid mengkonsumsi MBG. Ia tidak hanya melihat, tapi mendekat dan berinteraksi. Suara renyah kunyahan dan aroma masakan bercampur dengan suara sang Bupati yang mulai melontarkan pertanyaan, seolah sedang melakukan interview eksklusif.


"Adakah kekurangan, kendala, atau masukan?" tanyanya lembut kepada para siswa. Namun, yang paling menusuk adalah pesannya, yang secara implisit mengakui kemungkinan adanya masalah yang sering luput dari pandangan orang dewasa.


"Jika ada terindikasi tidak layak konsumsi, seperti nasinya sudah lembek, berbau, atau rasa asam, saya minta kepada anak-anakku semuanya jangan dipaksakan, jangan dikonsumsi lagi, takutnya sudah terkontaminasi bakteri," pesan Parosil Mabsus.


Pernyataan ini bukan hanya sekadar anjuran; ini adalah proteksi dan pengakuan bahwa concern para siswa terhadap kualitas makanan itu valid dan penting. Ini juga mengangkat isu kesehatan yang krusial—bahwa makanan bergizi haruslah makanan yang aman. Ini adalah momen ketika seorang pemimpin berempati total pada kerentanan anak-anak di hadapan makanan yang meragukan. Sebuah statement yang harusnya menjadi trigger bagi semua pihak yang terlibat dalam distribusi.


Bupati Parosil Turun Langsung 'Audit' Makan Bergizi Gratis, Angkat Isu Sensitif yang Sering Diabaikan!

Setelah puas mendengarkan feedback dari konsumen utama—para siswa—Bupati Parosil justru menyoroti satu detail kecil namun esensial yang luput: lap tangan.


Di tengah suasana kelas yang penuh dengan sisa-sisa makanan dan remah-remah di tangan kecil para murid, Parosil Mabsus melihat sebuah kekurangan fasilitas. "Ke depan saya minta kepada pihak sekolah agar menyediakan lap tangan untuk anak-anak kita semua," pintanya lugas.


Mengapa lap tangan begitu penting? Karena ini bicara soal higienitas dan kenyamanan anak-anak saat makan. Program MBG tak akan maksimal jika unsur kebersihan personal setelah makan terabaikan. Dari tinjauan ini, kita melihat bahwa audit kualitas bukan hanya soal isi piring, tapi juga soal ekosistem pendukungnya.


Secara keseluruhan, Parosil Mabsus mengaku puas dengan pelaksanaan MBG di SDN 1 Sebarus. Ia melihat bahwa di lokasi ini, "semua prosedur mereka berjalan dengan baik." Pernyataan ini menjadi validasi penting di tengah berbagai sentimen negatif yang beredar di media sosial. Namun, ia menutupnya dengan penekanan pada dua hal yang tak bisa ditawar: koordinasi dan pengawasan ketat terhadap kesehatan.


"Alhamdulillah semua prosedur mereka berjalan dengan baik. Semoga program MBG di Lampung Barat ini berjalan dengan lancar sesuai keinginan Pak Presiden Prabowo Subianto," pungkasnya.


Pernyataan penutup ini mengirimkan pesan kuat ke seluruh jajaran: program ini adalah amanah untuk memastikan generasi muda mendapatkan asupan terbaik tanpa terkecuali. Ini adalah sebuah komitmen, sebuah cerita human interest tentang seorang pemimpin yang tidak jaim untuk mengecek langsung ke piring makan siswanya, membuktikan bahwa kesehatan dan gizi anak adalah prioritas utama, melampaui segala polemik politik dan birokrasi.


Dari Balik Bukit, kita mendapatkan pelajaran berharga: sebuah program sebesar MBG harus diawasi dengan hati, bukan sekadar angka-angka laporan. Kehadiran Bupati Parosil Mabsus yang memilih jalur otentik—bertanya langsung ke anak-anak, mengkhawatirkan nasi yang lembek, hingga menyoal lap tangan—adalah contoh nyata bahwa transparansi dan kepedulian sejati akan selalu jadi kunci kesuksesan program publik.

Tidak ada komentar