Kisah Pahit Manis UMKM Lampung Barat: Perjuangan Perajin Opak yang "Hilang" dari Radar Pemerintah!
Nyaur.com | Lampung Barat - Perjuangan di Balik Renyahnya Opak
Sektor UMKM bagai jantung yang memompa nadi perekonomian negeri, namun tak jarang denyutnya luput dari perhatian. Di sudut Lampung Barat, di tengah sejuknya udara pegunungan, kisah itu terukir. Di sana, seorang perajin opak bernama Agus Sairi, menjadi saksi bisu dari perjuangan tanpa bantuan.
Sejak tahun 1995, tepat setahun setelah gempa besar meluluhlantakkan Liwa, Agus Sairi memulai lembaran baru. Dengan tekad yang kuat, ia merintis usaha opak dari singkong, mencoba bangkit dari keterpurukan. Di balik senyumnya yang ramah, tersimpan cerita pilu. Hingga kini, bapak berusia 58 tahun ini tak pernah sekalipun merasakan sentuhan pelatihan dari pemerintah setempat. Jangankan bantuan, undangan pun tak pernah sampai ke tangannya.
Proses Ajaib yang Mengandalkan Tenaga
Setiap fajar menyingsing, di Pekon Watas, aroma singkong yang khas mulai tercium. Agus Sairi memulai ritual hariannya. Tangan keriputnya cekatan membersihkan singkong-singkong dari kebun, atau dari petani tetangga. Harganya Rp 2.500 per kilo, sebuah angka yang terasa berat bagi perajin kecil.
Singkong-singkong itu kemudian digiling, lalu dibaluri potongan daun bawang dan garam, menciptakan perpaduan rasa yang pas. Adonan itu dibentuk menjadi lembaran pipih, lalu dijemur di bawah terik mentari. Jika cuaca cerah, sehari saja opak sudah renyah. Namun, tak jarang cuaca mendung menghambat proses penjemuran, membuat harapan Agus ikut redup.
Kendala lain yang sering dihadapi adalah mesin penggilingnya yang rewel. Mesin tua itu sering mogok, membuat proses produksi terhenti. Meskipun begitu, ia belum pernah sekalipun berani mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah.
Janji Kosong di Ujung Desa
Beberapa kali, Peratin Watas dan para aparaturnya datang berkunjung. Mereka menanyakan keluh kesah para perajin opak, termasuk Agus Sairi. Namun, seiring berjalannya waktu, janji-janji itu menguap begitu saja. Tak ada tindak lanjut yang nyata, tak ada bantuan yang datang.
Kini, Agus Sairi dan para perajin opak lainnya hanya bisa berharap. Mereka menunggu uluran tangan, sebuah perhatian kecil yang bisa membuat langkah mereka lebih ringan. Mereka percaya, jika pemerintah hadir, roda ekonomi di pekon mereka bisa berputar lebih cepat, membawa harapan baru bagi generasi mendatang.
Post a Comment