Kisah Tragis Harimau Bakas: Mati Sia-Sia di Kandang, Stres Akut Setelah 9 Hari Evakuasi

Kisah Tragis Harimau Bakas: Mati Sia-Sia di Kandang, Stres Akut Setelah 9 Hari Evakuasi
Bakas saat dievakuasi menggunakan tandu di Pemangku Kali Pasir, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat pada 29 Oktober 2025.


Nyaur.com | Bandar Lampung — Cerita ini bukanlah soal harimau yang mati karena usia tua, sakit, atau diburu. Ini adalah kisah tentang Bakas. Seekor Harimau Sumatera jantan, sang raja rimba, yang ditemukan mati bukan karena luka jerat di pinggangnya, melainkan karena pendarahan otak. Ia tewas setelah menubrukkan kepalanya sendiri ke kandang, tiga kali, dalam puncak keputusasaan. Kematiannya adalah sebuah ironi tragis yang membungkus sebuah upaya penyelamatan yang berakhir sia-sia.

Di Lampung Barat, seorang Komandan Kodim (Dandim) 0422, Letkol Infanteri Rizky Kurniawan, tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Sebagai Ketua Satgas Penanggulangan Konflik Harimau, ia bercerita, nama "Bakas" merupakan pemberian masyarakat yang dibuat resah oleh si Belang. Nama itu adalah akronim penuh kenangan: Batu Brak dan Kali Pasir, tempat sang harimau ditangkap. Baginya, Bakas "mati sia-sia di dalam kandang," dan ia bersumpah, tragedi ini tidak boleh terulang lagi.

Mari kita putar ulang rekamannya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Bakas?

Semua berawal dari konflik klasik di pinggir hutan: manusia vs harimau. Bakas, yang teridentifikasi dengan nomor ID 13 RL Male, dievakuasi pada 29 Oktober 2025 dari Talang Kali Pasir. Kondisinya saat itu terluka. Ada luka jerat di pinggang kiri atas, bekas ikatan melingkar, bahkan dua jarinya (ke-4 dan ke-5) di kaki kanan depan sudah tidak ada. Ia adalah korban, sekaligus ancaman.

Setelah ditangkap dan dibius total, Bakas dimasukkan ke dalam kandang angkut. Perjalanan pertolongan pertamanya dimulai. Ia dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Lampung. Tim medis bekerja. Lukanya dibersihkan, diberi antibiotik, dan dirawat intensif.

Secara fisik, Bakas membaik. Lukanya mulai mengering. Tapi secara mental? Bakas hancur.

Inilah fakta yang jarang terungkap: sejak 29 Oktober hingga 7 November, Bakas tidak pernah keluar dari kandang angkut. Selama sembilan hari, "rumah" barunya adalah sebuah kotak besi standar evakuasi, yang diposisikan standby di atas kendaraan WRU di area PPS.

Kisah Tragis Harimau Bakas: Mati Sia-Sia di Kandang, Stres Akut Setelah 9 Hari Evakuasi
Proses evakuasi Bakas dari kandang perangkap menuju kandang angkut di Pemangku Kali Pasir, Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Lampung Barat pada 29 Oktober 2025


Bayangkan jika dirimu, seorang raja, tiba-tiba terkurung dalam kotak sempit, selama sembilan hari.

Stresnya pun menemui puncak. Tim keeper satwa mencatat perilakunya. Di hari pertama ia menolak makan. Selanjutnya, meski makan dan minum normal, perilakunya nggak normal. Ia terus pacing (berjalan bolak-balik), charging (menyeruduk kandang), dan sangat agresif setiap melihat manusia. Ia menunjukkan semua tanda stres berat.

Situasi makin genting dua hari sebelum ia tewas. Kandang angkut yang tadinya kokoh, mulai rusak. Bakas, dalam amukannya, berusaha menjebol kandang itu demi kebebasan.

Tim di PPS Lampung panik. Mengapa Bakas tidak dipindahkan ke kandang perawatan di PPS? Jawabannya mengejutkan. Pihak BKSDA Bengkulu-Lampung, dalam rilis resminya, menjelaskan bahwa PPS Lampung pada dasarnya tidak memiliki fasilitas untuk mamalia besar layaknya harimau atau beruang. Yang mereka sebut "perbaikan fasilitas" dalam rilis sebelumnya, artinya: mereka nggak punya kandang yang memadai.

Lalu, kenapa nggak dibius aja biar tenang selama di kandang angkut? Protokol kesejahteraan satwa melarang keras. Mengangkut satwa dalam kondisi terbius total itu risikonya gede banget: gagal napas hingga gagal fungsi jantung. Satwa harus sadar 100% selama pengangkutan. Sebuah ironi, karena kesadaran 100% itulah yang membuatnya stres gila-gilaan.

Jadi, tim punya dua pilihan buruk: membiarkan Bakas yang liar menjebol kandang angkut dan berpotensi lepas di sekitar PPS, atau memindahkannya segera.

Keputusan diambil: Pindahkan Bakas.

Tujuannya: Lembaga Konservasi (LK) Lembah Hijau. BKSDA menegaskan, Lembah Hijau bukanlah kebun binatang atau lokasi pelepasliaran, melainkan fasilitas transit terdekat yang punya kandang lebih layak, sekadar untuk observasi sementara sambil menunggu arahan dari Jakarta.

Tibalah hari itu, Jumat, 7 November 2025. Proses pemindahan dari kandang angkut di PPS ke kandang perawatan di Lembah Hijau dimulai. Ini adalah momen puncaknya.

Bakas berhasil masuk ke kandang perawatan yang baru. Sedikit lebih luas, sedikit lebih baik. Tapi bagi Bakas, itu tidak ada bedanya. Stresnya sudah terlanjur menumpuk sembilan hari. Otaknya sudah error. Ia masih merasa terjebak.

Sesaat setelah masuk, ia kembali menunjukkan perilaku amat agresif. Ia menubrukkan dirinya ke dinding dan pintu kandang perawatan.

DUK! Sekali.

DUK! Dua kali.

DUK! Tiga kali.

Pada benturan yang ketiga, Bakas terjatuh.

Ia kejang-kejang. Lalu bergeming.

Dokter hewan, drh. Sugeng Dwi Hastono, segera melakukan pemeriksaan. Tak ada respons. Bakas dinyatakan mati.

Hasil bedah bangkai (nekropsi) keluar pukul 19.40 WIB. Penyebab kematian: pendarahan pada otak akibat benturan benda tumpul. Brain death alias kematian otak.

Bakas mati bukan karena infeksi luka jeratnya. Ia mati karena stres akut yang memicu perilaku destruktif. Ia membunuh dirinya sendiri.

Kisah Tragis Harimau Bakas: Mati Sia-Sia di Kandang, Stres Akut Setelah 9 Hari Evakuasi
Dandim 0422 Lampung Barat Letkol Infanteri Rizky Kurniawan selaku Ketua Satgas Penanggulangan Konflik Harimau dengan Manusia Lampung Barat.


Yang lebih menyesakkan, Dandim Rizky Kurniawan mengungkapkan fakta lain. Hingga Bakas dikubur, hasil tes DNA, analisis loreng, dan sampel darahnya belum keluar. Pihak BKSDA belum bisa memastikan apakah Bakas adalah harimau yang selama ini meresahkan masyarakat Lampung Barat. "Kita bahkan tidak tahu pasti apakah kita menangkap 'pelaku' yang tepat," ujar Dandim, Senin, 10 November 2025.

Kini, kadaver (bangkai) Bakas diamankan sementara di LK Lembah Hijau. BKSDA menyampaikan duka mendalam dan berjanji akan memperbaiki fasilitas di PPS.

Kisah Bakas adalah tamparan keras. Menyelamatkan satwa liar dari konflik bukan cuma soal menangkap dan memindahkan. Akan tetapi, tentang bagaimana mengelola stres mereka, memahami psikologi mereka, dan kesiapan fasilitas. Bakas mungkin sudah pergi, tapi ceritanya adalah pengingat abadi tentang rapuhnya batas antara penyelamatan dan tragedi. 

Tidak ada komentar